Selasa, 27 Maret 2012

Ritual Hindu dalam Budaya Islam

oleh: al furqon
"Masih banyak umat Islam di Indonesia yang mayoritas masih menjalani tradisi keagamaan dari nenek moyang tanpa dalil yang shahih dari Al Quran dan Hadist. Akibatnya, banyak umat yang bangga dengan ritualnya tetapi itu kepunyaan agama lain (Hindu).” Demikian diungkapkan ustadz Abdul Aziz Sag (Hindu), mantan pendeta agama Hindu yang mualaf, pada sebuah tabligh akbar bertajuk kesaksian mantan pendeta tentang banyaknya amalan ibadah agama Hindu yang diamalkan umat Islam. Ia mengatakan saat ini menjamur amalan umat agama lain yang tanpa sadar diamalkan umat Islam. Padahal hal tersebut tidak ada dalil dan dasarnya di dalam Alquran maupun hadis Rasulullah saw. “Masih banyak ritual umat Islam ini mengamalkan ajaran agama Hindu,” kata ustadz yang lulusan Pendidikan Guru agama Hindu. Menurut dia, berkembangnya amalan agama lain yang diamalkan umat Islam, lantara agama Hindu masuk Indonesia pada abad ke-8, sedangkan agama Islam masuk pada abad ke-14. "Wajar pengaruh agama lain dalam amalan ibadah umat Islam terpengaruh dengan agama lain yang lebih dulu masuk ke Indonesia," papar pemilik nama asli Ida Bagus Erit Budi Winarno, yang berasal dari kasta Brahmana. Ia mencontohkan beberapa amalan yang diamalkan umat Islam menyerupai ajaran agama Hindu yang meliputi Pernikahan, Kelahiran, Kematian, Selamatan/Syukuran. * Seputar Pernikahan Kembar Mayang. Yakni dua buah rangkaian hiasan dengan bahan utama janur (daun kelapa) yang dhias sedemikian rupa lalu ditancapkan pada dua potong batang pisang dengan posisi berdiri. Kembar mayang itu sendiri ditancapkan pada dua buah bokor (bejana dari perunggu atau kuningan). Daun kelapa tersebut dirangkai dalam bentuk gunung, keris, cambuk, payung, belalang, burung. Selain janur dilengkapi pula dengan daun-daun lain seperti daun beringin, puring, dadap srep dan juga dlingo bengle. Makna dari kembar mayang adalah untuk membuang sial/mbucal sengkolo (tolak bala) pada pengantin pria. Didalam pernikahan MC juga mengatakan “….kembar mayang bade kabucal wonten ing prosekawan kagem mbucal sengkala (pen: untuk membuang sial)”. Dalam fakta kehidupan banyak orang Jawa yang takut untuk tidak memakai kembar mayang ketika menikahkan anaknya. Hal demikian membuktikan bahwa menggunakan kembar mayang bukan sekedar tradisi belaka dengan berbagai argumentasi filosofi simboliknya, tetapi telah menjadi tradisi yang bermuatan keyakinan yang diikat kuat didalam hati (menjadi aqidah). maka tertanamlah di hati masyarakat rasa tidak tenang, was-was dan takut akan terjadi bahaya (sesuatu yang tidak baik) jika tidak menggunakannya. Hanya sedikit orang Jawa muslim yang telah tercerahkan yang kemudian dengan percaya diri meninggalkan kembar mayang. Hari Baik Menentukan hari baik ini sangat dipegang dan diperhatikan betul-betul oleh masyarakat Indonesia (Jawa khususnya). Hal ini diambil untuk menentukan hari pernikahan berdasarkan penghitungan tanggal lahir calon pengantin laki-laki dan calon pengantin wanita. Jika ternyata hasil penghitungan yang dilakukan oleh orang pinter (dukun) dinyatakan jelek, maka pernikahan harus diundur atau diajukan, yang penting untuk menghindari hari apes tersebut. Atau bisa dilakukan pada hari/weton tertentu, atau bisa dilakukan dengan membayar sejumlah tumbal menurut petunjuk dukun tersebut, dan yang paling tragis pernikahan tersebut harus dibatalkan. Injak Telur dan Balang-balangan Hampir semua perayaan resepsi adat Jawa selalu melakukan ritual injak telur pada saat acara temon (ditemukannya kedua mempelai). Kaki pengantin putra harus menginjak telur hingga pecah lalu dibasuh dengan air bunga oleh pengantin wanita. Jika hal in itidak dilakukan diyakini kelak sulit untuk mendapatkan keturunan. Seputar Kelahiran Selamatan Selama Usia Kehamilan Dari mulai tiga bulan (neloni), empat bulan (mapati) dan tujuh bulan (tingkepan) harus dilakukan selamatan kenduri dengan memanggil paratetangga untuk membacakan do'a agar janin yang dikandung selamat dari marabahaya. Pada acara tujuh bulan terdapat berbagai ritual lain seperti memecah dua buah kelapa muda yangterlebih dahulu diberi gambar Bathara Kumajaya dan Bathari Kumaratih. Dua dewa untuk sebagai simbol ketampanan dan kecantikan. Karena itu dengan melakukan ini diyakini kelak anak yang akan lahir akan tampan jika laki-laki dan cantik jika wanita. Di samping itu ada keyakian jika kelapa tersebut dibelah terbelah maka anak yang akan lahir adalah laki-laki atau sebaliknya. Tiga Bulan, Tujuh Bulan. Saat usia kehamilan menginjak 3 dan 7 bulan, maka akan diadakan sebuah acara (yang diyakini) guna memperoleh keselamatan dan kebaikan bagi janin bayi dan juga ibu yang tengah mengandung. Keyakinan ini diikuti dengan perasaan takut dan khawatir jika tak dilaksanakan maka akan dating suatu keburukan dan bahaya. Kelahiran dan Selapanan. Setelah bayi lahir biasanya diadakan melek-melek (begadang sampai pagi) hal in untuk menjaga agar bayi tersebut selamat dari marabahaya yang datang pada malam hari, namun tradisi ini mulai hilang di masayrakat perkotaan. Beberapa hri setelah tali pusar putus maka dilakukan selamatan dengan membuat nasi urap yang dibagi-bagikan tetangga sebagai ucapan syukur karena bayinya selamat. Acara ini dilanjutkan pada hari ke 35 atau yang biasa disebut selapanan. Tujuannya untukmemebri nama si jabang bayi. Upacara in biasanya diiringi dengan bacaan barzanji dziba,, pada saat asyraqal si jabang bayi digendong keliling, setiap orang dianjurkan menggunting ujung rambut dan mengolesi madu pada bibir atau kening. Seputar Kematian Brobosan. Berjalan di bawah keranda yang di dalamnya ada mayit, dilakukan dari kanan ke kiri. Dilakukan oleh saudara si mayit urut dari yang tertua hingga yang termuda. Payung bagi si mayit. Banyak muslim yang tak paham dengan perbuatan tersebut, namun banyak juga yang mengira dengan dipayungi si mayit tidak merasakan panas sejak diberangkatkan dari rumah menuju makam. Bedah bumi Yaitu bacaan do'a pasca pemakan dengan membuat tumpeng belah, yaitu tumpeng kerucut dibelah dan ditata dengan saling membelakangi. Maksudnya agar si mayit di dalam kubur tidak terjepit tanah. Selanjutnya dibacakan do'a dengan mengundang para tetangga pada hari ke tujuh, empat puluh, seratus, peringatan tahun pertama (mendak pisan), tahun ke dua (mendak pindo) dan diakhiri pada hari keseibu (nyewu).**

Tidak Semua yang Tidak Dicontohkan Nabi Tidak Boleh Dilakukan

oleh :
Ketika pagi itu saya berada di kantor redaksi Furqon, salah seorang penulis Furqon memberikan HP-nya kepada saya karena ada bapak-bapak dari luar kota yang ingin berkonsultasi. Saya terima telepon itu dan saya dengarkan pembicaraan bapak diseberang, namun saya tidak sempat menjawabnya bapak yang diseberang sana tidak memberi saya kesempatan untuk menjawabnya, karena beliau tidak pernah ada putusnya perkataannya. Tetapi inti dari perkataannya beliau tidak setuju dengan nasehat saya tentang maksud bid'ah dan menjauhi perilaku bid'ah, sehingga ada satu kesimpulan dari beliau sebagaimana diatas, bahwa tidak semua yang tidak dicontohkan nabi itu tidak boleh dilakukan. Si Bapak memberi contoh sholat tarawih, pembukuan al Qur'an, dan semacamnya, yang mana itu semua tidak ada contoh dari Nabi tetapi baik dilakukan dan bermanfaat. Intinya si Bapak menyatakan bahwa kalau hal itu baik maka tidak mengapa dilakukan, meskipun Nabi tidak mencontohkan. Saya mencoba untuk menjawab bahwa apa yang bapak contohkan itu sesungguhnya telah dicontohkan oleh Nabi saw, tidak mungkin sahabat Nabi melakukan dan membudayakan peribadatan atau keyakinan yang tidak ada contohnya dari Nabi saw. Tarawih berjamaah, pembukuan al Qur'an dan beberapa contoh lain yang disebut si Bapak itu sesungguhnya telah ada contoh dan perintahnya. Jadi tidak mungkin para sahabat melakukan bid'ah, namun ada baiknya saya jelaskan lagi tentang apa itu bid'ah agar jelas dan bisa dipahami. Bid'ah maknanya sebagaimana dijelaskan imam Asy Syatibi dalam al I'tisham, adalah : “(Bid'ah adalah) suatu istilah (atau predikat) bagi sebuah cara dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalilnya) yang menyerupai seperti syari'at (ibadah) yang mana maksudnya (dengan membuat-buat sesuatu yang seperti ibadah itu) adalah untuk berlebihan dalam beribadah kepada Alloh SWT.” Jadi bid'ah itu mempunyai 6 kriteria yang menyatu didalamnya, yang pertama bid'ah adalah tatacara, baik yang sifatnya seremoni, aturan-aturan dan tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya. Yang kedua, bahwa semua seremoni, aturan-aturan dan tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya itu sesungguhnya tidak pernah ada tuntunannya (dalil) dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan generasi terbaik, yaitu zaman sahabat, tabi'in, dan tabi' tabi'in. Yang ketiga, sifat dari seremoni, aturan dan tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya itu pasti diserupakan atau dinisbatkan sebagai syariat padahal bukan syari'at. Maka dari itu pelaksanaannyapun pasti diserupakan syari'at atau nebeng dengan syari'at yang telah ada, dan diembel-embeli dengan ayat atau hadis yang sesungguhnya substansi dan isinya tidak berkaitan dengan perilaku bid'ah tersebut agar orang menganggapnya sebagai ibadah yang disyari'atkan Yang keempat, ciri utama dari bid'ah itu jika tidak membuat seremoni, aturan-aturan atau tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya yang baru, maka pasti mengadakan tambahan disana-sini terhadap ibadah yang telah disyari'atkan. Dan kelima, tujuan dari para pelaku bid'ah ini adalah untuk berlebihan dalam ibadah, mereka tidak puas dengan mencukupkan diri terhadap apa yang telah disyari'atkan, mereka minta lebih dan lebih, karena mereka merasa bisa melakukan lebih dari ibadah-ibadah yang telah syari'at. Itulah makanya mereka membuat hal baru yang melebihi syari'at atau menambahi untuk memuaskan nafsu berlebihannya dalam peribadatan. Dan terakhir, dengan melakukan hal baru atau penambahan itu mereka merasa lebih afdhal dari yang tidak melakukannya karena mereka merasa bisa berbuat lebih dari syari'at yang telah ada. Karakter manusia seperti ini sejak zaman dulu sampai nanti kiamat akan selalu ada, dan bahkan makin banyak. Itulah kenapa Nabi saw. menghentikan 3 orang yang ingin berlebihan dalam agama dengan mengancam jika tidak sesuai dengan sunah beliau maka kelak tidak akan ditolong. “Berkata anas ra. : “Ada tiga orang mendatangi rumah isteri Nabi saw, salah seorang dari mereka berkata : “Sungguh, aku akan shalat malam selamanya.” Yang lain berkata : “Kalau aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain berkata : “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian datanglah Rasulullah saw. kepada mereka seraya bertanya : “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku.” (Bukhari) Hadis diatas menjelaskan bahwa nafsu manusia untuk berlebihan dalam ibadah sehingga membuat tatacara, aturan, atau kreasi, atau tambahan-tambahan sendiri itu sudah ada sejak zaman dulu, mereka tidak puas dengan syari'at yang telah ada, mereka ingin lebih dan lebih, mereka merasa dengan berlebihan dalam ibadah maka itu merupakan suatu keutamaaan. Namun oleh nabi saw. hal itu justru dicela, bahkan diancam jika tidak kembali dan mencukupkan diri dengan syari'at yang telah ada, maka kelak tidak dianggap sebagai umat beliau saw, dan otomatis mereka tidak akan mendapat pertolongan Nabi saw. Kenapa Nabi saw. sampai bersikap keras demikian ? Karena pada hakekatnya para pelaku bid'ah dengan sikapnya yang berleihan bukan didasari oleh kecintaan dan ketundukan kepada Nabinya, tetapi mereka bersikap berlebihan ini karena nafsunya yang ingin berlebihan, dan mereka menikmati kebid'ahannya. Sesungguhnya orang yang mencintai dan tunduk kepada Nabinya adalah mereka yang mencukupkan diri dengan perintah Nabinya dan menjaga sunah nabinya dari pengurangan, penambahan, pelemahan dan pemalsuan.*