Selasa, 27 Maret 2012

Tidak Semua yang Tidak Dicontohkan Nabi Tidak Boleh Dilakukan

oleh :
Ketika pagi itu saya berada di kantor redaksi Furqon, salah seorang penulis Furqon memberikan HP-nya kepada saya karena ada bapak-bapak dari luar kota yang ingin berkonsultasi. Saya terima telepon itu dan saya dengarkan pembicaraan bapak diseberang, namun saya tidak sempat menjawabnya bapak yang diseberang sana tidak memberi saya kesempatan untuk menjawabnya, karena beliau tidak pernah ada putusnya perkataannya. Tetapi inti dari perkataannya beliau tidak setuju dengan nasehat saya tentang maksud bid'ah dan menjauhi perilaku bid'ah, sehingga ada satu kesimpulan dari beliau sebagaimana diatas, bahwa tidak semua yang tidak dicontohkan nabi itu tidak boleh dilakukan. Si Bapak memberi contoh sholat tarawih, pembukuan al Qur'an, dan semacamnya, yang mana itu semua tidak ada contoh dari Nabi tetapi baik dilakukan dan bermanfaat. Intinya si Bapak menyatakan bahwa kalau hal itu baik maka tidak mengapa dilakukan, meskipun Nabi tidak mencontohkan. Saya mencoba untuk menjawab bahwa apa yang bapak contohkan itu sesungguhnya telah dicontohkan oleh Nabi saw, tidak mungkin sahabat Nabi melakukan dan membudayakan peribadatan atau keyakinan yang tidak ada contohnya dari Nabi saw. Tarawih berjamaah, pembukuan al Qur'an dan beberapa contoh lain yang disebut si Bapak itu sesungguhnya telah ada contoh dan perintahnya. Jadi tidak mungkin para sahabat melakukan bid'ah, namun ada baiknya saya jelaskan lagi tentang apa itu bid'ah agar jelas dan bisa dipahami. Bid'ah maknanya sebagaimana dijelaskan imam Asy Syatibi dalam al I'tisham, adalah : “(Bid'ah adalah) suatu istilah (atau predikat) bagi sebuah cara dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalilnya) yang menyerupai seperti syari'at (ibadah) yang mana maksudnya (dengan membuat-buat sesuatu yang seperti ibadah itu) adalah untuk berlebihan dalam beribadah kepada Alloh SWT.” Jadi bid'ah itu mempunyai 6 kriteria yang menyatu didalamnya, yang pertama bid'ah adalah tatacara, baik yang sifatnya seremoni, aturan-aturan dan tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya. Yang kedua, bahwa semua seremoni, aturan-aturan dan tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya itu sesungguhnya tidak pernah ada tuntunannya (dalil) dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan generasi terbaik, yaitu zaman sahabat, tabi'in, dan tabi' tabi'in. Yang ketiga, sifat dari seremoni, aturan dan tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya itu pasti diserupakan atau dinisbatkan sebagai syariat padahal bukan syari'at. Maka dari itu pelaksanaannyapun pasti diserupakan syari'at atau nebeng dengan syari'at yang telah ada, dan diembel-embeli dengan ayat atau hadis yang sesungguhnya substansi dan isinya tidak berkaitan dengan perilaku bid'ah tersebut agar orang menganggapnya sebagai ibadah yang disyari'atkan Yang keempat, ciri utama dari bid'ah itu jika tidak membuat seremoni, aturan-aturan atau tatacara peribadatan, kreasi ibadah, perayaan, dan sebagainya yang baru, maka pasti mengadakan tambahan disana-sini terhadap ibadah yang telah disyari'atkan. Dan kelima, tujuan dari para pelaku bid'ah ini adalah untuk berlebihan dalam ibadah, mereka tidak puas dengan mencukupkan diri terhadap apa yang telah disyari'atkan, mereka minta lebih dan lebih, karena mereka merasa bisa melakukan lebih dari ibadah-ibadah yang telah syari'at. Itulah makanya mereka membuat hal baru yang melebihi syari'at atau menambahi untuk memuaskan nafsu berlebihannya dalam peribadatan. Dan terakhir, dengan melakukan hal baru atau penambahan itu mereka merasa lebih afdhal dari yang tidak melakukannya karena mereka merasa bisa berbuat lebih dari syari'at yang telah ada. Karakter manusia seperti ini sejak zaman dulu sampai nanti kiamat akan selalu ada, dan bahkan makin banyak. Itulah kenapa Nabi saw. menghentikan 3 orang yang ingin berlebihan dalam agama dengan mengancam jika tidak sesuai dengan sunah beliau maka kelak tidak akan ditolong. “Berkata anas ra. : “Ada tiga orang mendatangi rumah isteri Nabi saw, salah seorang dari mereka berkata : “Sungguh, aku akan shalat malam selamanya.” Yang lain berkata : “Kalau aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain berkata : “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian datanglah Rasulullah saw. kepada mereka seraya bertanya : “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku.” (Bukhari) Hadis diatas menjelaskan bahwa nafsu manusia untuk berlebihan dalam ibadah sehingga membuat tatacara, aturan, atau kreasi, atau tambahan-tambahan sendiri itu sudah ada sejak zaman dulu, mereka tidak puas dengan syari'at yang telah ada, mereka ingin lebih dan lebih, mereka merasa dengan berlebihan dalam ibadah maka itu merupakan suatu keutamaaan. Namun oleh nabi saw. hal itu justru dicela, bahkan diancam jika tidak kembali dan mencukupkan diri dengan syari'at yang telah ada, maka kelak tidak dianggap sebagai umat beliau saw, dan otomatis mereka tidak akan mendapat pertolongan Nabi saw. Kenapa Nabi saw. sampai bersikap keras demikian ? Karena pada hakekatnya para pelaku bid'ah dengan sikapnya yang berleihan bukan didasari oleh kecintaan dan ketundukan kepada Nabinya, tetapi mereka bersikap berlebihan ini karena nafsunya yang ingin berlebihan, dan mereka menikmati kebid'ahannya. Sesungguhnya orang yang mencintai dan tunduk kepada Nabinya adalah mereka yang mencukupkan diri dengan perintah Nabinya dan menjaga sunah nabinya dari pengurangan, penambahan, pelemahan dan pemalsuan.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar