Jumat, 25 Januari 2013

Mereka mengatakan bahwa Tahlilan dan Yasinan tidak ada dalil yang melarangnya

Mereka mengatakan bahwa Tahlilan dan Yasinan tidak ada dalil yang melarangnya oleh Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selamatan pada 26 November 2010 pukul 20:52 · Maka Jawabnya : Pekataan ini menunjukkan bahwa mereka tidak paham kaidah Ushul Fiqh Hadits ‘Aisyah radhiAllahu ‘anha, Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam bersabda: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim) Faedah Hadits : 1. ANJURAN beramal sesuai dengan al qur'an dan as sunnah [ Ziarah Kubur misalnya] 2. LARANGAN beramal yang tidak sesuai dengan al qur'an dan as sunnah [ Tahlilan misalnya] [Jadi Hadits ini sudah lengkap ada ANJURAN dan LARANGANNYA] Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi: فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ “Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.” KAIDAH BESAR INI telah disepakati oleh Para Ulama salaf ahlus sunnah wal jama'ah yaitu BAHWA HUKUM ASAL IBADAH ADALAH TERLARANG SAMPAI DATANG KETERANGANNYA DARI ALLAH DAN RASUL-NYA. APABILA TIDAK TEGAK DALIL INI, MAKA MASUKLAH DIA KE DALAM BID'AH. Nah ! Seharusnya MEREKALAH yang melakukan TAHLILAN dan YASINAN yang wajib memberikan dalil Ambil misal, apabila ada orang shalat maghrib 5 raka'at, tentu Ahlus Sunnah akan menyalahkan, bukan berarti mana larangannya, akan tetapi karena tidak ada contohnya, begitu juga TAHLILAN dan YASINAN ini MASUK ke dalam bagian ibadah, maka wajiblah MEREKA memberikan dalil yang SHAHIH dan SHARIH (tegas) bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasssalam pernah menganjurkannya ? Untuk urusan ibadah mafdhoh harus ditanyakan ada gak tuntunannya? Sebab untuk urusan ibadah semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan/dituntunkan. Sedangkan untuk urusan dunia ada gak larangannya? Sebab untuk urusan dunia itu semua boleh kecuali yang dilarang.

1 komentar:

  1. Ass. Wr. Wb.
    Dengan mempertajam perbedaan, tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi perbedaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ?
    Kalau perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar.
    Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %. Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
    Wass. Wr. Wb.
    hmjn wan@gmail.com

    BalasHapus